Friday, April 3, 2009

Kepak Untung Si Burung Puyuh

Kepak Untung Si Burung Puyuh
Kecil bentuk tubuhnya tapi menjanjikan keuntungan besar.
Walaupun bentuknya mungil sebagai hewan unggas yang dibudidayakan, puyuh ternyata menyimpan harapan keuntungan yang luar biasa. Selain telur sebagai produksi utamanya, usaha pembibitan dan puyuh pedaging, termasuk kotorannya dapat memberikan keuntungan. Demikian dirasakan Slamet Wuryadi R., pemilik Slamet Quail Farm (SQF) di Cikembar, Sukabumi, Jabar. Pria asal Jepara, Jateng, ini mulai merintis usaha pada 1991, dengan modal Rp10 juta untuk memelihara 1.000 ekor. Awalnya ia menargetkan untuk memproduksi pembibitan.
Sejak itu, riset terus dilakukan untuk menghasilkan bibit puyuh (day old quail/DOQ) unggul, lantaran kualitas puyuh yang ada ketika itu masih rendah. “Hal ini akibat dari perkawinan sedarah (inbreeding), sehingga produksinya rendah dan rentan terserang penyakit,” jelas Slamet.
Harus Bermutu
Setelah 12 tahun melakukan pengembangan, akhirnya Slamet berhasil mempunyai indukan (parents stock/PS) puyuh unggul. Alasan itu pula yang membuat SQF tetap fokus pada pembibitan. “Kini kami memiliki 7.500 PS, dengan produksi DOQ 6.000 ekor/minggu,” aku jebolan Peternakan IPB itu. Di samping itu, SQF juga mempunyai usaha budidaya puyuh petelur. Tapi dilakukan melalui kemitraan dengan peternak puyuh lainnya.
Daya tetas telur di SQF sangat tinggi, 80%—90%. Di samping itu, Slamet mengaku bisa membedakan jantan dan betina DOQ pada usia 1 hari. Padahal umumnya untuk mengetahui jantan maupun betina ketika usia puyuh lebih dari dua minggu.
Kualitas DOQ produksi SQF juga beda. Puyuh mulai bertelur pada usia 36 hari, keseragaman telur 11 gram/butir, dan ketahanan telur mencapai 5 minggu. Sementara umumnya puyuh bertelur pada usia 40 hari, telur tidak seragam, dan daya tahan telur hanya 2—3 minggu. Slamet menambahkan, kualitas bibit sangat mempengaruhi efisiensi pemberian pakan. Dengan diketahui jenis kelamin DOQ sejak dini, maka efisiensi pakan mudah diterapkan. Dan produktivitas telur bisa tinggi. “Per ekor produksi telur puyuh kami mencapai 90%, dan bertahan sampai usia puyuh 1,5 tahun,” tandasnya.
Pasar Terbuka
Dengan menggunakan bibit unggul, usaha Slamet makin berkembang. Saat ini SQF mampu memproduksi telur 450 ribu butir/minggu. Ditambah produksi puyuh pedaging (jantan) dan afkiran sebanyak 3.000/minggu.
Hitung punya hitung, aset usaha Slamet sudah menembus Rp700 juta—Rp800 juta, yang tersebar di 8 lokasi peternakan. “Kami berencana mengembangkan lebih besar, dengan target 1 juta ekor tahun depan,” jelasnya.
Di luar itu, sejak dua tahun lalu, Slamet pun membisniskan kotoran puyuh sebagai pupuk kandang. Setiap minggu ia mampu menjual 3 ton—4 ton.
Menurut pengamatan Slamet, peluang usaha puyuh masih terbuka lebar. Ia memberi contoh, untuk pasar Jabodetabek saja, setiap minggu butuh 2,3 juta butir telur. Sedangkan permintaan daging puyuh mencapai 4.000 ekor/hari. Dari seluruh permintaan yang datang ke SQF, Slamet mengaku baru bisa memenuhi 20%.
(Agrina-online.com)
Continue Reading...

Membiakkan Cucakrawa

Membiakkan Cucakrawa

Saat ini beberapa klub burung kicauan di Indonesia mulai merasakan susahnya mencari burung ocehan bakalan yang mempunyai suara berkualitas. Padahal dengan melakukan penangkaran, kesulitan itu akan teratasi. Selain itu burung juga lebih mudah untuk dibentuk suaranya sesuai keinginan pemiliknya.

Berdasarkan survei Burung Indoensia dan The Nielsen, sebanyak 58,5% dari jumlah burung kicauan adalah tangkapan alam. Dan setiap tahun jumlah tersebut akan terus meningkat. Tak pelak lama kelamaan burung yang ada di alam ini bakal terancam keberadaannya.
Pada akhirnya, hobi memelihara burung kicauan ini pun tidak bertahan lama. Pastinya, hal ini tidak diinginkan para penggemar burung kicauan yang memelihara untuk sekadar hobi ataupun disertakan dalam lomba.

Tidak Banyak Penangkar

Salah satu cara agar hobi ini tetap bisa berlanjut, maka penangkaran harus dilakukan, tak terkecuali burung cucakrawa (Pynonotus zeylanicus atau straw-headed bulbul). “Dengan penangkaran, cucakrawa yang ada di alam tidak akan terkuras habis,” kata Safrudin, pecinta dan pembudidaya cucakrawa di bilangan Palmerah, Jakarta Barat.
Hobi beratnya terhadap cucakrawa membuat mantan pegawai PT PLN ini membuka peternakan cucakrawa. Menurutnya, cucakrawa tergolong burung yang keberadaannya di alam tinggal sedikit. Memang tidak banyak yang mau melakukan penangkaran burung-burung untuk lomba karena ada anggapan menangkarkan cucakrawa sulit dan merepotkan. Safrudin membenarkannya. “Memang awalnya sulit, tapi kalau kita selalu belajar, kendala itu tidak akan ada lagi,” tegasnya.
(Agrina-online.com)

Continue Reading...

Merawat Burung Jawara

Merawat Burung Jawara

Mengoleksi burung-burung kicauan penyandang juara memang mengasyikkan. Burung itu tak hanya menghibur tapi juga mendatangkan gengsi tersendiri bagi pemiliknya. Apalagi baru setahun dipelihara sudah meraih posisi juara saat dilombakan, sungguh membanggakan.

“Rasa bangga yang membuncah dalam dada tidak akan bisa dibendung lagi. Selain mendapatkan pengakuan memiliki suara yang bagus, tentunya harga burung pun akan terangkat,” ujar Agung Hartana, hobiis burung kicauan di Bekasi Barat, Jabar. Namun di sisi lain, perasaan bungah tersebut diimbangi dengan kerepotan dalam pemeliharaan si jawara.

“Sedikit kesalahan dalam penanganannya, maka penyesalan akan menjadi akhir cerita. Burung tidak akan mau bekerja atau berbunyi,” tambahnya.Sudah pasti merawat burung ini menghabiskan banyak waktu. Apalagi jika jumlahnya banyak dan burung koleksi tersebut diandalkan dalam setiap lomba. Itu pula yang “terpaksa” dilakukan Agung untuk burung-burung jagoannya agar satwa kesayangannya selalu dalam kondisi fit ketika dilombakan.

Pemilik lima ekor burung jawara tersebut rela meluangkan waktu tiga hingga lima jam setiap hari untuk mengurus cucak hijau, murai batu, dan kacer. Tiap pagi ia memandikan lalu menjemur burung-burung tersebut. “Kecuali saat burung sedang mabung atau ganti bulu, mereka harus istirahat total hingga bulu-bulunya normal kembali,” terangnya sembari menambahkan tidak ada perbedaan perawatan rutin bagi burung juara dan nonjuara. Yang jelas, semua burung harus dimandikan dan dijemur sebelum beraktivitas di luar rumah.

Mandi BersamaanDemi satwa kesayangannya, pecinta burung yang sibuk harus bisa mengatur siasat agar ia selalu dapat melakukan perawatan. Agung misalnya, menyiapkan peralatan tambahan untuk memandikan tiga sampai lima ekor burung dalam waktu bersamaan. Waktu yang dibutuhkannya pun hanya sekitar 30 menit. Agar burung tidak saling berkicau atau bertarung, ia menempatkan penyekat agar mereka tidak saling melihat. “Akan lebih baik jika saat memandikan burung ditempatkan agak berjauhan. Kalau tidak punya tempat, ya salah satu cara disekat saja. Soalnya, ada beberapa burung yang mentalnya anjlok seusai mandi karena mendengar kicauan burung yang lebih tua,” jelas pria pecinta burung kacer, murai batu, dan cucak hijau ini.Setelah itu barulah Agung mengatur pakan pada tiap kandang. Menu makanan tiap jenis burung jagoan ini jelas berbeda. “Jangan biarkan burung menderita dalam sangkarnya,” tandas hobiis yang mulai serius ke lomba sejak tiga tahun lalu.

Kacer yang Istimewa

Di antara burung koleksinya, Agung memberi perhatian khusus terhadap kacer. Kacer, menurutnya, merupakan jenis burung petarung (fighter) untuk lomba kicauan. Fisiknya memang tidak begitu besar, tapi sifatnya tersebut di kancah lomba membuat orang menyukainya. Karena itu sangat disayangkan bila saat mengikuti lomba, kacer tidak berkicau. Bisa saja burung hanya bergerak ke samping sangkar dan hanya menabrakkan diri ke sangkar. Kacer yang bertingkah seperti itu biasanya lantaran jatah pakan yang berlebihan khususnya pemberian menu ekstra (extra voeding), seperti jangkrik, menjelang lomba. Kelebihan ini menyebabkan birahi burung meningkat. Untuk mengatasinya, “Beri voer dengan merek apa saja yang penting berkualitas. Dua hari menjelang lomba, pemberian jangkrik bisa lebih banyak hingga 5 ekor untuk pagi, 5 ekor siang, dan menjelang malam 5 ekor lagi.

Lakukan pemberian jangkrik dengan jumlah yang sama pada hari Sabtunya (kalau lomba digelar hari Minggu),” saran Agung.Kacer juga perlu dikeluarkan dari dalam rumah. Buka penutup sangkarnya atau biasa disebut kerodong. Biarkan ia berbunyi selama beberapa menit dan kemudian mandikan dan jemur. Penjemuran cukup 3 jam, lalu berikan jangkrik 5 ekor dan kroto sepenuh tempat pakannya. Setelah 3 jam berlalu, turunkan burung dari tiang penjemuran. Tutup kerodongnya lalu beri lagi 5 ekor jangkrik.“Sore hari menjelang tidur minimal 30 menit, kerodong dibuka kembali. Cek pakan yang ada, berikan lagi 5 ekor jangkrik. Tambahkan juga ulat bumbung 3 ekor pada hari Jumat dan Sabtu menjelang lomba. Sepanjang Sabtu, burung sebaiknya istirahat total, jangan buka kerodongnnya hingga menjelang lomba. “Perlakuan ini agar burung tidak terlalu capek saat di lapangan lomba,” alasannya.
(Agrina-online.com)
Continue Reading...

Tuesday, March 17, 2009

Beternak Anjing Golden Retriever

Beternak Anjing Golden Retriever

Anjing ras yang satu ini termasuk hewan rumahan yang jinak dan mudah perawatannya. Namun, banyak pihak yang ingin memiliki hewan ini baik di dalam negeri maupun mancanegara. Permintaan besar dan harga jualnya relatif stabil. Russanti Lubis

Golden Retriever. Sesuai dengan namanya, anjing yang asal usulnya dari Eropa tapi berkembang biak di Amerika Serikat (AS) ini, memiliki bulu keemasan (golden) dan sifat selalu mengembalikan kembali barang-barang ke empunya (to retrieve). Meski bertubuh besar, anjing yang memiliki warna dari sangat putih hingga cokelat ini dikenal sebagai binatang rumahan atau jenis anjing keluarga, mengingat sifatnya yang ramah sekali, sekali pun kepada orang yang baru beberapa detik dikenalnya. Namun, jika dilatih secara teratur, walau cuma lima menit per hari, anjing bertampang lucu tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai pelacak narkoba, bom, penuntun orang buta atau cacat, dan membantu pemburu menemukan binatang buruannya. Sebab, anjing yang mulai sering dijumpai di beberapa bandara ini dikenal pula sangat pintar.

“Karena kelebihan-kelebihannya itulah, saya membiakkan Golden Retriever,” kata Jani Lauw, breeder di bawah bendera Golden Castle Kennel sekaligus pemilik 30 Golden Retriever. Selain itu, anjing jenis ini sangat gampang dipelihara, karena mereka tidak banyak makan. “Semudah memelihara anjing kampunglah,” lanjut pria yang membiakkan anjing-anjing ini di kawasan Puri Indah, Jakarta Barat ini. Anjing ini juga tidak mempunyai penyakit keturunan. “Kemungkinan hidup anak-anak yang dilahirkan mencapai 99%,” imbuhnya. Oleh karena itu, tidak heran bila populasinya kini menempati peringkat pertama di Indonesia.

Uniknya, meski populasinya lebih banyak dari anjing-anjing ras jenis lain, tetapi harga pasarannya tidak jatuh, yaitu antara Rp750 ribu hingga Rp75 juta per ekor (plus sertifikat yang menjelaskan asal-usul mereka). Jumlah penggemarnya pun sangat banyak di negeri ini. Sekadar informasi, di AS, Golden Retriever yang pernah memenangkan suatu perlombaan (champion, red.) laku dijual dengan harga Rp3,5 miliar. Dengan kata lain, Jani menambahkan, pembiakan Golden Retriever merupakan peluang bisnis yang sangat menjanjikan, bahkan untuk skala perumahan sekali pun. “Contoh, peliharalah dua atau tiga betina Golden Retriever. Lalu, kawinkan dengan sistem kawin putus dengan pejantan dari breeder lain dengan biaya Rp750 ribu (normalnya Rp2,5 juta, red.) atau memakai sistem bagi anak. Dua bulan setelah dilahirkan, anakan Golden Retriever sudah dapat dijual ke pet shop. Hasil penjualan ini sangat menguntungkan, karena dengan harga minimal Rp1 juta/ekor, bila anakan yang dilahirkan delapan atau 10 ekor per induk (satu induk Golden Retriever mampu melahirkan 13 anakan, red.), maka sang breeder akan meraup minimal Rp8 juta sampai Rp10 juta setiap kali ia menjual binatang-binatang mungil ini. Perlu diingat! Golden Retriever betina mulai dikawinkan pada umur minimal 20 bulan, melahirkan setiap enam bulan sekali, dan tidak mengalami mati haid (menopause, red.) hingga ia mati pada umur sekitar 15 tahun. Di sisi lain, sebagai anjing berukuran besar favorit, peminatnya pun rela berada dalam daftar tunggu,” tegas pria yang pernah mengekspor Golden Retriever-nya ke India ini.


Sekadar informasi, dalam dunia perkawinan anjing terdapat dua sistem yaitu kawin putus dan bagi anak. Dalam sistem kawin putus, terdapat sejumlah uang yang harus dikeluarkan oleh breeder yang ingin menyewa pejantan. Selanjutnya, anak-anak anjing yang dilahirkan menjadi milik sepenuhnya si pemilik anjing betina. Sedangkan dalam sistem bagi anak, tidak ada uang yang dikeluarkan, tetapi pemilik pejantan akan mendapat satu dari sekian anak anjing yang dilahirkan. “Kalau anak yang dilahirkan cuma satu ya itu jatah si empunya pejantan. Selain itu, pemilik pejantan juga berhak untuk memilihnya terlebih dulu,” ucapnya. Di sini juga terdapat pawang anjing atau seseorang yang bertugas membantu proses perkawinan tersebut. “Sebab, jika menunggu terjadinya perkawinan alami akan butuh waktu hingga setengah hari atau bahkan tidak pernah terjadi perkawinan sama sekali. Sebaliknya, bila dengan pawang anjing hanya butuh waktu 15 menit sampai setengah jam. Untuk jasanya ini, pawang anjing dibayar Rp200 ribu per sekali mengawinkan,” jelasnya.

Ilustrasi Laba-Rugi Beternak Golden Retriever
Biaya untuk membeli 4 Golden Retriever betina @Rp1.000.000,- Rp 4.000.000,-
Biaya mengawinkan @Rp750.000,- Rp 3.000.000,-
Biaya makanan selama 20 bulan @Rp100.000,- Rp 2.000.000,-

Total Rp 9.000.000,-

Hasil penjualan 40 anakan Golden Retriever Rp1.000.000,- Rp40.000.000,-

Laba bersih Rp31.000.000,-


Breeder, Jani melanjutkan, pada umumnya menjual anakan Golden Retriever pada umur dua bulan, bukan karena pada umur segitu mereka sudah disapih (berhenti minum susu induknya, red.), melainkan karena mereka sedang berada di usia lucu-lucunya. “Padahal, bagi mereka yang baru belajar bagaimana caranya memelihara anjing, Golden Retriever yang baru berumur dua bulan sangat merepotkan dan masih sangat rapuh karena vaksinnya pun belum komplet, sehingga biasanya si pemilik akan malas mengurusnya dan rusaklah anjing ini, misalnya, ia tumbuh dengan kaki bengkok,” ujarnya. Sebab itu,sebaiknya mereka dijual ketika berumur empat bulan, dalam arti, mereka sudah lebih mudah diurus dan daya tahan tubuhnya pun sudah lebih baik. Di Tanah Air, umumnya anjing masih diberlakukan sebatas hewan peliharaan, belum menjadi bagian dari keluarga laiknya di mancanegara. Mungkin, ini lantaran kultur dan terbatasnya daya beli. Namun, di sisi lain, ada banyak pihak termasuk mereka yang tinggal di luar negeri rela mengantri untuk bisa mendapatkan sahabat setia manusia ini.
Bukankah ini peluang yang layak ditangkap?

sumber : majalahpengusaha
Continue Reading...
 

Blogroll

Site Info

Text

Berbagai Macam Usaha Peternakan Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template